![]() |
|
Deep sea shark oil fans club a.k.a Ritual Kelompok Sesat van Cikoko
Pada suatu hari, Djieneh (Adji Aneh, hehehe…), mengabarkan kepada saya melalui sms, bahwa dalam perjalanannya ke Melalui fermentasi dan distilasi selama empat bulan, siaplah minyak itu dikonsumsi sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya adalah kista, yang saat ini tumbuh lagi di indung telurku yang tersisa. Tak lupa, diapun berpromosi bahwa khasiat minyak ikan itu sudah melewati berbagai penelitian dan percobaan sehingga konon terbukti kemujarabannya, harganyapun lumayan mahal. Kalo saya mau dia akan bawa barang sebotol. Meski membayangkan minum minyak ikan yang bikin mual, saya menyetujuinya dengan penuh rasa terimakasih dan penghargaan karena dia sangat thoughtful; dan dengan pengharapan untuk kesembuhan penyakitku sehingga saya tak perlu lagi dioperasi. Trauma pasca operasi besar diperut karena usus buntu dan endometriosis saat aku di Papua masih terasa di ujung syaraf di seluruh permukaan kulit, saya belum bisa membayangkan bila harus melalui sekali lagi operasi untuk penyakit yang sama. Setelah upaya herbal treatment yang diupayakan Ucok, Witjak dan jeng Tiur Ramuanwati, atas petunjuk dan pengarahan seorang suhu dari Depok, berhasil mengurangi dismenorrhea yang menyiksa saya setiap kali mens, sehingga bulan ini saya tak perlu lagi dilarikan ke UGD, maka, saya dengan senang hati siap melakukan upaya yang lain, apapun yang bisa menghindarkan saya dari meja operasi. Singkat cerita, Djieneh pulang membawa minyak ikan obat mujarab untuk kista. Tapi diluar dugaan, minyak ikan itu masih dalam bentuk minyak bow! Ya, cairan kental berwarna kuning yang baunya amis bikin mual. Haduuhh…!! Teknologi pengemasan minyak ikan agar nyaman dikonsumsi belum dikuasai frater itu ternyata. Djieneh membawanya dalam botol kecil minuman kratingdeng. Saya harus meminumnya satu sendok makan tiap hari!, dengan siksaan rasa mual setelahnya. Seperti halnya ramuan herbal yang saya minum, saya perlu ‘penyodok’, minuman lain yang berasa enak untuk menghilangkan rasa mual, dan jeng Tiur selalu siap dengan teh panas manis untuk membersihkan sisa-sisa minyak di mulut dan kerongkongan. Lumayan menolong, meski masih terasa saat sendawa. Tapi saya sering sangat malas kalau saatnya harus minum minyak itu. Yang membuat saya bersemangat adalah bila yang lain juga mau ikut minum dan merasa mual seperti sayah !! hahaha! Dan aduuh, ternyata mereka mau!! Demikianlah, sebuah ritual baru ‘kelompok sesat’ telah dimulai, minum minyak ikan sama-sama, karena satu motivasi dan interest yang sama : memastikan saya minum minyak ikan! Motivasi dan interest yang untuk saya sungguh mengharukan. Mereka tak harus minum minyak ikan itu, tapi setiap orang siap dengan pembenarannya: Djieneh supaya penyumbatan darah di kepalanya mengurai dan keanehannya berkurang; jeng Piyik supaya cepat dapat anak dan usaha rumah makannya maju pesat; Witjak supaya lebih fokus dan tambah ganteng, dan kembali menghangat; Tiur supaya kulitnya jadi lebih halus dan nggak jerawatan, dan nggak terlalu bitchy; Diyah Gemblung supaya selalu tabah dan bahagia di Aceh, serta lesung pipit yang membuat senyumnya sangat manis bisa abadi; bahkan kami siap dengan justifikasi untuk Ucok dan Ning yang saat ini tidak bersama kami di markas kelompok sesat, seandainya mereka ada bersama kami saat melakukan ritual: Ucok supaya tetap sehat, bahagia dan nggak makin cerewet, dan ben bikin dia malas noto-noto apapun di rumah (jeng Tiur katanya pusing Cok, lihat sampeyan beres-beres dari pagi sampe malam di rumah-kayak upik abu); Ning supaya lebih sensitive mata hati dan jiwanya dan bisa jadi gender expert di Papua. Amien !! Demikianlah cerita saya tentang minyak ikan dan kelompok sesat dari Cikoko. Sampai bertemu dalam ritual yang lain. Labels: Kelompok Sesat Van Cikoko si Okol @ 10:33:00 AM
|
|
Saya, yang senang berbagi cerita apa saja tentang hidup, yang penting maupun nggak penting |
copyright © 2006 okol,all rights reserved
• designed by okke
• image from gettyimages
• powered by blogger |