![]() |
|
Aku Ingin
AKU INGIN Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yg menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada -Sapardi Djoko Damono- Kepada : S. terima kasih untuk selalu menemaniku, memberikan kekuatan ketika aku merasa lemah.... mempermudah ketika aku merasa sulit, terima kasih untuk melakukan semuanya dengan tulus. si Okol @ 6:45:00 PM
|
27-28-29 May, 2005
The Way We Were Memories, Like the corners of my mind Misty water-colored memories Of the way we were Scattered pictures,Of the smiles we left behind Smiles we gave to one another For the way we were Can it be that it was all so simple then? Or has time re-written every line? If we had the chance to do it all again Tell me, would we? could we? Memories, may be beautiful and yet What’s too painful to remember We simply choose to forget So it’s the laughter We will remember Whenever we remember... The way we were... The way we were... (Barbara Streisand) si Okol @ 12:39:00 PM
|
Bertemu dengan Seorang Sapardi
![]() Sapardi dan Ninus, QB Pondok Indah, May 2005 Sapardi said: puisi itu tidak untuk dipahami, tapi hanya untuk dirasakan dan dihayati.... Seminggu lalu, dek Kiki sms gue : screendocs Hujan Bulan Juni, QB Pondok Indah, 19.30. present : film dokumenter Aku Ingin, musikalisasi puisi Sapardi by Redha, Nana dan Jubbing. Gue segera mencatat dalam ingatan : gue harus usahain dateng. (Thanks Kiki, wished you're there with me). Gue ajak si Dinda, tapi dia nggak bisa ikut, alesannya gaya: pengen sih, tapi ujan ini bikin malas pergi... Untungnya gue inget si Buyung, gua masih punya utang ngopi bareng, dan gue janjian ketemu di QB. Nyampe di QB bareng. Gue sempetin nyari buku-nya Irshad Manji, "The Trouble with Islam Today", si Dinda pengen banget tu buku, kebelet pengennya melebihi orang ngidam...(anything else that I can do to support you in searching your own belief and faith, sista..?). Then, kami ketemu dengan sutradara film dokumenter Aku Ingin, Tonny Trimarsanto yang ternyata temennya pak Buyung, sesama penggiat film. Mereka sedang terlibat projectnya Garin dan Christien Hakim untuk satu film tentang Aceh. Gue juga ketemu Dian, anak Indocs yang pernah bikin youth camp di Bandung, ngumpulin anak-anak SMA yang lagi liburan buat bikin film pendek tentang kehidupan jalanan di Bandung. Saat itu gua dan Tia jadi narasumber, ngomong soal perkumpulam gay dan komunitas anak-anak punk. Dan itu dia pak tua Sapardi yang sederhana, sesederhana pilihan kata dalam puisi-puisinya....dia tampak lebih kurus dan tua dari kali pertama kulihat di Akatiga, saat dia datang dengan Konar. Dan gua mensyukuri hidup yang mengantar gua untuk bertemu Sapardi yang sederhana, yang puisi-puisinya mampu menyentuh dawai-dawai halus dalam jiwa gua.... dan puisi-puisi itu jadi semakin jauh merasuk ke dalam jiwa ketika dinyanyikan oleh Reda dan Tatyana, gosh, hanya dengan iringan gitar, dan puisi itu mengalun dengan indah....(gue ingat pertama kali mendengar Kiki menyanyikan puisi Sapardi, saat gua murung....dan gua hanyut.....) Terimakasih Sapardi, untuk kehadiranmu di dunia ini, you're a beautiful person, as beautiful as your poems.... si Okol @ 11:19:00 PM
|
Ke Jakarta Aku kan Kembaliiii.....
Today is the last day of my temporary assignment in Aceh. it's a mixed feelings : gua senang bisa pulang kembali ke "peradaban" yang lain di Jakarta, heuheuheuh...gua tidak harus berkerudung terpaksa karena males urusan sama polisi syariah yang suka bikin razia nggak jelas itu.....(gua terganggu banget dengan politik penerapan syariah law ini, dan implikasinya.....). Disaat yang sama gua enggan meninggalkan semua yang sudah gua mulai disini, karena gua meninggalkan sesuatu yang masih prematur untuk bisa dilanjutkan oleh staf disini. Ada kekhawatiran lain lagi, tentang karakter sebagian orang Aceh, yang sulit gua ungkapkan disini, karena sangat subyektif, bisa jadi sangat etnosentris, sesuatu yang tidak selayaknya muncul dari sudut pandang gua sebagai antropologist...(cie....gaya...). Who the hell am I, ya..? heuheuheu....can't helped, gua pikir siapapun yang memakai hatinya dalam bekerja akan memiliki kekhawatiran yang sama ketika terlibat dalam hiruk-pikuk penanganan Aceh pasca Tsunami......
Tapi gua memang harus kembali ke Jakarta karena kerjaan lama yang sempat ditunda karena Tsunami akan segera dimulai lagi......hiks. Dan, sebentar lagi gua harus berpamitan dengan semua yang gua kenal disini..."my family": temen-temen di guest house, para drivers yang sering mengantar keluyuran malam-malam ke puing-puing kota....mencoba merekonstruksi "peradaban Banda Aceh sebelum Tsunami" dalam pikiran... Dan sekarang, kepala gua sangat penuh...gua perlu waktu untuk mencerna dan mengurai semua yang terpikirkan tentang Aceh....that's why, somehow, gua rasa gua akan kembali, someday...mungkin hanya sebagai gue pribadi, tidak atas nama hal-hal lain.... Selamat tinggal Aceh, semoga kekhawatiran gua memang cuma kekhawatiran semata. si Okol @ 9:40:00 PM
|
Selamat Hari Buruh Sedunia
![]() Ada tradisi longmarch massa buruh dari bundaran HI menuju Istana Presiden, seakan menjadi ritual setiap 1 Mei, setiap tahun, ada iring-iringan massa yang terikat oleh satu identitas sebagai kelas buruh, orasi pimpinan buruh yang tak pernah sedahsyat Bung Karno saat berpidato (konon....), dan tak pernah didengar oleh siapapun penguasa itu....seperti orang bisu yang berteriak kepada tembok!, dan gue menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa, karena gue tahu setiap tahun begitulah kejadiannya....gerakan buruh itu akan tetap terseok-seok, karena semakin banyak serikat buruh ternyata tidak serta merta menguatkan posisi tawar mereka dihadapan modal, karena dengan menjamurnya serikat buruh proses pemecahan itu justru dimulai... dengan ringan gue berkomentar : kok makin sedikit ya massa yang ikut? tapi gue akui, ada rasa risih juga, ketika menyadari bahwa motivasi gue ikut larut kali ini dalam iring-iringan itu (setelah turun dari taxi diam-diam dari kejauhan...) adalah hanya untuk bertemu dengan seorang kawan lama, dan bercerita tentang persoalan yang jauh dari persoalan perut para buruh dan anak-anak mereka...... apakah karena gue merasa tidak lagi punya hak untuk mengaku sebagai seorang peneliti perburuhan, sehingga boleh tidak perduli? apakah karena gue sekarang sudah "naik kelas" menjadi buruh NGO dari Utara dan bergaji berpuluh kali lipat umr jakarta? dan, rasanya gue telah kehilangan sesuatu...... si Okol @ 2:06:00 AM
|
|
Saya, yang senang berbagi cerita apa saja tentang hidup, yang penting maupun nggak penting |
copyright © 2006 okol,all rights reserved
• designed by okke
• image from gettyimages
• powered by blogger |